Jumat, 20 April 2012

Ketika kita harus berubah menjadi aku dan kamu


            Senja mulai menua dan pelan pelan merayap ke peraduan sang malam sementara aku tetap disini, disebuah Gazebo tua yang diluarnya tumbuh banyak bunga menanti kamu, Iya kamu  yang senyumnya selalu menyapaku tiap malam dan menanamkan lebih banyak bunga dihatiku jauh lebih banyak dibanding bunga bunga yang tumbuh di sekitar Gazebo. 
            Dengan riang aku sudah membayangkan betapa senangnya kamu karena kejutan yang kusiapkan. Aku salah ternyata kamu tidak pernah berubah, kamu selalu membuatku terkejut duluan.
“ Maaf Lian, aku sangat mencintaimu tapi aku tidak bisa mengorbankan Ibu” itu kalimat terakhirmu sebelum pelan pelan aku mulai mendengar derap sepatumu menjauh meninggalkan  Aku yang sama sekali tidak pernah ingin membuatmu memilih setelah apa yang kita lalui lima tahun terakhir. Tidak ada kecupan lembut dikeningku dan tidak ada genggaman manis ditanganku seperti  yang biasa kamu lakukan. Yang ada hanya airmata takut kehilangan. 
Aku lemas sekali, rasanya tidak ada kalimat yang mampu kususun untuk menahanmu Sekalipun aku sangat ingin. Setelah berikrar atas nama cinta, ternyata kamu tetap milik ibumu, bukan miliku.
            Ibumu, tentu saja Beliau adalah wanita yang tidak layak disakiti, setelah dua puluh empat tahun  menjagamu seorang diri, mengajarkan banyak hal dari yang sepele seperti  garpu ditangan kiri dan sendok di tangan kanan sampai tentang bagaimana seharusnya hidup. Beliau sangat bijaksana meskipun Beliau tentu saja tidak mengajarkan untuk memilih wanita macam aku. Aaah aku selalu mendelik miris dan tidak bisa berani membayangkan betapa kecilnya aku disbanding Ibumu.
            Aku tidak bisa ikut bersamamu, tapi aku tentu mendoakan Ibumu tetap baik baik saja. Semoga  malaikat berbaik hati untuk menjaganya tetap di dunia.
                        ****
            Dua cangkir Cappuchino dan sekaleng biscuit susu, Biasanya adalah makanan faforit kita. Biasanya kita selalu menemukan banyak hal bisa didiskusikan. Biasanya sepulang kerja kamu akan bercerita tentang banyak hal yang kamu kerjakan di kantor . Biasanya kamu mengajaku nonton Film film romantic di netbookmu. Biasanya meskipun aku tidak pernah benar benar mimilikimu, minimal kamu tidak pernah berfikir untuk melepasku. Aku sangat merindukan kebiasaan kebiasaan itu ,sungguh!!
             “ Sekarang Ibu tau semuanya,   Maaf kerena aku tidak bisa mempertahankan kesamaan diantara kita lagi”
Itu juga kalimatmu, Masih sangat terngiang diotaku.  Jika sudah begitu apa yang bisa kuucapkan untuk menahanmu? Kamu lalu pergi dengan diiringi seisak tangis.
 Kamu telah memvonis untuk merobohkan benteng yang kita bangun bersama  dan  aku tidak bisa mencegah hatiku untuk tetap meratapi puing puingnya.Rasanya terlalu sakit untuk melihat kehancuran kepercayaan kita tapi apa yang bisa kuperbuat untuk membangunya seorang diri.
Dulu, kamu membimbingku melewati pesimpangan dan menepi pada Hati tanpa memikirkan logika, siapa yang peduli apa kata dunia?  Kita membangun dunia kita sendiri. Dunia tanpa diferensiasi. Tapi kini demi melihat Ibumu tetap di dunia nyata, Kamu menghapus dunia kita .
Ibumu tetap Ibumu, Seorang yang terhormat dan mulia. Aku tetap aku, Aku menghirup udara dirumah yang sama denganmu  tapi kini harus menerima realita bahwa aku tidak halal bagimu.  
*****

Sekarang senja telah lelap dalam pelukan sang  malamsemilir angin menusuk nusuk kulit dan hati . Tapi aku masih disini di Gazebo ini, Di tempat yang dulunya adalah dunia kita, bukan duniaku sendiri. Masih bermimpi kamu akan datang  menikmati Cappuchino yang sekarang sudah dingin tapi tidak sedingin hatiku setelah kepergianmu.
“ Hanya karena aku tidak mengimani apa yang kamu yakini, Kenapa kita tidak bisa sama lagi? Jika Tuhan enggan menyelamatkanku kenapa ia begitu baik menciptakanku? Hanya karena aku tidak berada dirumahNYA? Bukankah IA tahu aku kedinginan diluar sini. ”
Kamu, kamu sudah pergi melewati jalan yang seharusnya mengantarmu ke Surga,Jika nanti kamu tersesat, kembalilah aku tetap di dunia kita dulu, dunia diman kita menganut cinta sebagai agama.
****


 By : Rere
           
           

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar